Allah yang Menjamin
https://quantumfiqih.blogspot.com/2014/05/allah-yang-menjamin.html
Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas Quantum Fiqih
Allah juga berfirman dalam sebuah hadits qudsi,
يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ
وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ مَلَأْتُ صَدْرَكَ]
يديك
[شُغْلًا
وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
“Wahai anak Adam, optimalkan ibadahmu kepada-Ku, niscaya
Aku penuhi dadamu dengan kekayaan/kecukupan dan Aku tutupi kefakiranmu. Jika
engkau tidak melakukan itu, Aku penuhi dadamu (dalam riwayat lain: tanganmu)
dengan kesibukan dan tidak akan Aku tutupi kefakiranmu.” [Shahih: Sunan Ibnu Majah no. 4107; Shahih Al-Jami’ no. 1914; Silsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah no. 1359; Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3315]
Allah menginginkan manusia optimal dalam beribadah kepadanya dan tidak cinta dunia. Allah menjanjikan, barangsiapa mau beribadah kepada Allah secara optimal, maka Allah berikan kepadanya kekayaan jiwa dan fisik, dan Allah jauhkan dia dari kefakiran.
Tapi sebaliknya, barangsiapa tidak optimal dalam beribadah kepada Allah, maka hidupnya akan penuh dengan kesibukan yang tiada hasil, kefakiran selalu meliputi hidupnya. Percayalah akan janji dan ancaman Allah ini.
Jika kita mau jujur, kebiasaan kita, kita enggan beribadah kepada Allah secara optimal. Kita berdalih, kita akan menjadi fakir/miskin kalau kita optimal beribadah kepada Allah. Kita enggan untuk itu dengan dalih kita hendak bekerja memenuhi kebutuhan hidup. Atau ada di antara kita yang mengatakan, “Tak usahlah kita serius-serius amat beribadah. Beribadah tidak bisa membuat kebutuhan hidup kita tercukupi, malah bisa jadi kita akan miskin kalau hidup cuma ibadah saja.”
Padahal, dalih yang kita buat-buat itu adalah dalih yang dihembuskan syaithan ke dalam jiwa kita, agar kita malas mengoptimalkan ibadah kepada Allah. Kita ingat, dalam Al-Qur`an, Allah telah menegaskan bahwa syaithan itu senantiasa menakut-nakuti manusia dengan kefakiran. Tujuannya satu, agar manusia tidak optimal dalam beribadah kepada Allah dan bahkan tidak beribadah sama sekali.
Hadits qudsi ini adalah bantahan terhadap hembusan dan bisikan jahat syaithan itu. Kalau kita optimal dalam beribadah kepada Allah, kita malah menjadi kaya raya di dunia dan akhirat. Kita tidak akan pernah fakir. Jiwa kita akan kaya, dan seluruh kebutuhan hidup kita akan terpenuhi.
Allah menginginkan manusia optimal dalam beribadah kepadanya dan tidak cinta dunia. Allah menjanjikan, barangsiapa mau beribadah kepada Allah secara optimal, maka Allah berikan kepadanya kekayaan jiwa dan fisik, dan Allah jauhkan dia dari kefakiran.
Tapi sebaliknya, barangsiapa tidak optimal dalam beribadah kepada Allah, maka hidupnya akan penuh dengan kesibukan yang tiada hasil, kefakiran selalu meliputi hidupnya. Percayalah akan janji dan ancaman Allah ini.
Jika kita mau jujur, kebiasaan kita, kita enggan beribadah kepada Allah secara optimal. Kita berdalih, kita akan menjadi fakir/miskin kalau kita optimal beribadah kepada Allah. Kita enggan untuk itu dengan dalih kita hendak bekerja memenuhi kebutuhan hidup. Atau ada di antara kita yang mengatakan, “Tak usahlah kita serius-serius amat beribadah. Beribadah tidak bisa membuat kebutuhan hidup kita tercukupi, malah bisa jadi kita akan miskin kalau hidup cuma ibadah saja.”
Padahal, dalih yang kita buat-buat itu adalah dalih yang dihembuskan syaithan ke dalam jiwa kita, agar kita malas mengoptimalkan ibadah kepada Allah. Kita ingat, dalam Al-Qur`an, Allah telah menegaskan bahwa syaithan itu senantiasa menakut-nakuti manusia dengan kefakiran. Tujuannya satu, agar manusia tidak optimal dalam beribadah kepada Allah dan bahkan tidak beribadah sama sekali.
Hadits qudsi ini adalah bantahan terhadap hembusan dan bisikan jahat syaithan itu. Kalau kita optimal dalam beribadah kepada Allah, kita malah menjadi kaya raya di dunia dan akhirat. Kita tidak akan pernah fakir. Jiwa kita akan kaya, dan seluruh kebutuhan hidup kita akan terpenuhi.
Mulai sekarang, jangan lagi ragu akan janji Allah ini. Jangan lagi malas bersungguh-sungguh beribadah, terlebih dengan dalih hendak bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jangan lagi tidak mengoptimalkan ibadah karena takut kalau optimal dalam beribadah kepada Allah, waktu untuk bekerja malah sedikit atau malah menjadi fakir karena sedikit kesempatan untuk bekerja.
Ingat dan hujamkan dalam qalbu, Allah maha kaya, Allah lah pemilik bumi dan langit dan segala apa yang ada di dalamnya, Allah menyuruh kita optimal dalam beribadah kepadaNya, maka beribadahlah kepada Allah secara optimal, jangan risaukan rizqi kita, karena Allah maha kaya, Allah lah yang memberi kita rizqi. Jika kita ta'at maka Allah akan berikan kepada kita rizqi dari jalan yang tak terduga-duga.
Ingatlah, Allah menciptakan kita ini hanya untuk beribadah kepadaNya. Kita tidak punya tugas/ kewajiban lain dalam hidup kita yang sekali ini, selain beribadah kepada Allah. Maka optimalkan ibadah kita kepada Allah.
Adapun kalau kita butuh untuk keberlangsungan hidup kita, maka kita diperbolehkan berusaha mendapatkan apa yang kita butuhkan agar hidup kita terus berlangsung. Dan apa pun yang kita lakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup kita ini adalah agar kita bisa beribadah kepada Allah, yang merupakan tugas hidup kita.
Nabi Muhammad mengingatkan,
مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ
أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا
إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ
أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
“Barangsiapa
dunia menjadi tujuan akhirnya, Allah jadikan semua urusannya tercerai-cerai,
kefaqiran selalu ada di depan matanya, dan tidak diberikan padanya bagian dari
dunia kecuali sebatas apa yang telah ditetapkan Allah baginya. Sedangkan
barangsiapa akhirat menjadi tujuan akhirnya, Allah himpun semua urusannya,
kekayaan ada dalam hatinya, dan dunia mendatanginya begitu saja dengan tertunduk.”
[Shahih: Ash-Shahihah no. 949,
950]