Mensyukuri Nikmat Karunia Hidayah





Ketika kita ditaqdirkan oleh Allah bisa hidup di bawah naungan hidayah-Nya, tentu itu menjadi nikmat yang tak ternilai oleh apapun. Sebagai bentuk kesyukuran atas nikmat hidayah tersebut dan wujud kepedulian terhadap sesama muslim, maka menjadi hal yang aksiomatis, setiap muslim wajib berdakwah dengan jalan amar ma’ruf maupun nahi munkar. Mengajarkan kebaikan kepada sesama muslim dan mencegah saudara sesama muslim dari berbuat keburukan merupakan implementasi syukur kepada Allah. (Ngaji online yuk di http://goldenmanners.blogspot.co.id)

Di balik itu, tidak sedikit orang yang ditipu syaithan, merasa bersyukur atas nikmat hidayah ternyata yang dilakukannya adalah menertawakan saudara-saudaranya sesama muslim yang masih berkubang dalam kesesatan atau bahkan menjadikan kesesatan sebagai bahan tertawaan. Merasa bernahi munkar ternyata yang dikerjakannya adalah menyulut api permusuhan saudara seislam yang masih belum mendapat hidayah dari Allah. Sikap tersebut hanya akan menciptakan kebencian dari ahludh-dhalalah dan membuat mereka semakin apatis dengan tawaran hidayah dari kita.

Kalau memang ingin bernahi munkar dan memperingatkan umat dari kesesatan dan mengentaskan ahludh-dhalalah dari kesesatannya, tak perlu lah menertawakan atau menjadikan ahludh-dhalalah sebagai bahan tertawaan. Cukup jelaskan kesesatan-kesesatannya dan ajak mereka untuk meninggalkannya dan ajarkan hidayah dan hasung dengan sekuat-kuatnya agar mereka menapaki jalan hidayah.
عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ قَالَ قُلْتُ لِجَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ نَعَمْ كَثِيرًا كَانَ لاَ يَقُومُ مِنْ مُصَلاَّهُ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ الصُّبْحَ أَوِ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِى أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.
Dari Simak bin Harb, dia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Jabir bin Samurah, “Apakah kamu pernah duduk menemani Rasulullah?” Dia menjawab, “Ya, sering. Biasanya beliau tidak berdiri dari tempat shalat Shubuhnya sehingga matahari terbit. Apabila matahari telah terbit, beliau berdiri dan mereka membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan masa jahiliyyah lalu mereka tertawa, dan Rasulullah tersenyum." [Shahih Muslim no. 1557]
Hadits ini sama sekali tidak berisi ketetapan ma’rufnya menertawakan kesesatan. Tertawanya para shahabat terkait kesesatan-kesesatan yang telah mereka perbuat semasa jahiliyyah adalah merupakan luapan rasa syukur telah mendapatkan hidayah sehingga berhasil meninggalkan jahiliyyah. Di samping itu, mereka menyebut-nyebut kesesatan jahiliyyah yang telah mereka torehkan adalah untuk mengokohkan paradigma kesesatan sehingga tidak ada lagi orang yang mencoba memelintir (mentahrif) paradigma kesesatan guna melegalisasi kesesatan. (Ngaji online dong di http://brillyelrasheed.blogspot.co.id)

Artikel lengkap ada di salah satu edisi majalah (Nasional) Lentera Qolbu.

Related

Akhlaq 3961140355873884505

Posting Komentar

emo-but-icon

Quran Kreatif-Inovatif-Inventif

Quran Kreatif-Inovatif-Inventif
Juga Menerima Custom 0821-4088-8638

Recommended

Benefits of Hijrah | Tadabbur Tafakkur Tafaqquh Tafahhum QS. An-Nisa': 22 | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.) |Kuliah Whatsapp Kajian Online

KULWA (Kuliah Whatsapp) KAJOL (Kajian Online) Grup Whatsapp Mutiara Dakwah Rabu, 26 Februari 2020 Benefits of Hijrah (Tadabbur Q...

Cari Blog Ini

Hot in week


Desain Majalah Islami

Desain Majalah Islami
Desain Majalah Islami

Toko Buku Brilly

Toko Buku Brilly
Toko Buku Brilly

Total Tayangan Halaman

item