Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Sebagai pengasuh pesantren, kerap kita
tidak mau menyadari kondisi santri. Berasumsi, santri dalam kondisi terbaik
karena santri selalu hadir dalam majelis kita. Padahal, bisa saja terjadi,
beberapa santri terjangkiti aqidah sesat. Ketika kita tahu, barulah kita
menyesal tidak karuan.
Sebagai orang tua, kerap kita tidak mau
menyadari kondisi anak. Padahal anak adalah aset paling berharga bagi orang tua
untuk masa depan. Berasumsi, anak dalam kondisi terbaik karena selalu patuh
ketika kita suruh. Padahal, bisa saja terjadi, anak menyembunyikan
kebiasaan-kebiasaan maksiat dalam kesendirian atau ketika tidak dalam
pengawasan kita. Ketika kita tahu, barulah kita menyesal habis-habisan.
Sebagai anggota dewan kemakmuran masjid,
kerap kita tidak mau menyadari kondisi jama’ah dan masjid kita. Berasumsi,
jama’ah dan masjid dalam kondisi terbaik karena selalu ramai dengan kegiatan
keislaman. Padahal, bisa saja terjadi, jama’ah kita sedang disusupi
pemikiran-pemikiran bid’ah lantas meramaikan masjid dengan kegiatan-kegiatan
bid’ah. Ketika kita tahu, barulah kita menyesal tiada tara. Lalu mengeluh,
“Mereka (para pegiat bid’ah) sudah merebut jama’ah dan masjid kita.”
Sebagai pemilik perusahaan multinasional
yang punya cabang di puluhan Negara, kerap kita tidak mau menyadari kondisi
karyawan. Berasumsi perusahaan dalam kondisi baik karena keuntungan yang
didapat sangat memuaskan selama beberapa tahun terakhir. Padahal bisa saja
terjadi, ada saja karyawan baik tingkat atas maupun tingkat bawah yang membuat
kericuhan di dalam perusahaan yang lambat laun menurunkan kinerja karyawan
tanpa kita sadari.
Contoh-contoh kecil tersebut seharusnya
menjadi bahan renungan bagi kita nutuk menyemai kesadaran, dibalik ribuan
ketidaksadaran yang terus-menerus kita pelihara secara tidak sadar. Menjadi
sebuah keharusan bagi kita untuk memelihara semangat kepemimpinan dalam diri
kita, karena dengan semangat kepemimpinan, kita akan terpacu untuk selalu
menyemai kesadaran terhadap segala hal yang menjadi tanggung jawab kita.
Ibarat padi, harus terus dirawat secara
profesional. Diberi pupuk yang cukup, disiangi, diairi, dan sebagainya. Tidak
cukup hanya itu. Padi harus pula dilindungi dari hama perusak. Saat akan panen,
padi harus dijaga dari burung-burung jahat. Setelah panen, padi harus dijaga
dari hujan agar tidak rusak, dan juga dari sergapan tikus dan kutu.
Begitulah perumpamaan akan pentingnya
kesadaran akan kondisi. Kesadaran terhadap kondisi apapun yang berharga bagi
kebahagiaan dunia dan akhirat, entah aqidah, keimanan, ketaqwaan, keislaman,
hafalan ilmu, organisasi ataupun institusi, harta, kehormatan, istri dan anak,
keluarga, kerabat, saudara, dan semuanya, untuk memastikan apakah dalam kondisi
terbaik.