Mulia Sekali Keteladanan Pengusaha Muslim di Makkah Dalam Hal Persaingan Bisnis

Dikisahkan bahwa ada seorang manager berkebangsaan Inggris dikontrak oleh Bin Dawood (salah satu departemen store terkemuka di Saudi Arabia) sebagai regional manager untuk cabang mereka di Makkah. Manager ini sudah memiliki jam terbang yang cukup tinggi. Berpengalaman sebagai manager pusat perbelanjaan di U.K, Malaysia dan China.
Setelah tinggal dan bekerja beberapa lama di Saudi, dia kemudian menceritakan betapa aneh, unik dan inspiratif sekali bagaimana orang menjalankan bisnis di Saudi. Ini beberapa contoh yang dia berikan:
Kisah pertama…
Di Makkah, di seberang Bin Dawood Superstore ada perusahaan yang juga membangun sebuah megastore. Hanya beberapa meter saja jaraknya dari Bin Dawood. Manajer baru ini merasa gelisah, “Kenapa sih mereka tidak buka di tempat yang lain?”
Pemilik Bin Dawood mengerutkan wajahnya, tanda dia tidak suka dengan perkataan tersebut.
Apa yang kemudian dia lakukan?
Dia lantas mengirimkan sebagian karyawan Bin Dawood ke pusat perbelanjaan yang baru berbenah tadi, mengirimkan makanan dan teh serta menawarkan bantuan apa yang mereka butuhkan!
Manajer dari Inggris tadi terheran-heran melihat reaksi dari pemilik Bin Dawood.
Owner Bin Dawood tadi kemudian mengatakan, “Rezeki kita itu sudah ditentukan. Mereka tidak akan bisa mengambilnya walaupun hanya satu riyal kalau memang sudah ditaqdirkan itu milik kita. Jadi mengapa kita tidak coba cari pahala dan membantu mereka?”
Banyak orang yang tidak memahami konsep sederhana ini, bahwa rezeki kita itu sudah fix, sudah ditetapkan. Tak perlulah merasa gelisah dengan adanya persaingan dalam bisnis.
Kisah kedua berkenaan dengan owner dari peternakan ayam Fakieh. Fakieh Poultry Farms adalah peternakan ayam terbesar kedua di Saudi Arabia setelah Al Watania sebagai peternakan terbesar pertama.
Di tahun 2014 Fakieh Poultry memproduksi 500.000 ayam broiler setiap harinya. Perusahaan ini telah mengoperasikan lebih dari 200 peternakan ayam yang tersebar di seluruh wilayah Saudi Arabia.
Suatu saat, saingan terbesar Fakieh Poultry yaitu Al Watania terlilit hutang sebesar lebih dari satu juta riyal. Kalau tidak dibayarkan mungkin bisa beresiko bagi bisnis mereka. Aset bisa disita.
Apa yang dilakukan oleh pemillik Fakieh Poultry?
Dia mengirim cek sebagai bantuan bagi perusahan Al Watania untuk membayar hutangnya sambil berpesan,
“Bayar hutang-hutangmu sekarang, dan kembalikan kepadaku kapan saja kalau kamu sudah bisa mengembalikannya.”
Fakieh Poultry punya peluang untuk menyingkirkan saingannya dan menjadi yang nomor satu. Tapi sebaliknya, dia malah menolong saingan bisnisnya yang sedang kesulitan.
Ini adalah gambaran bisnis di Saudi Arabia, di mana bisnis dijalankan dengan qalbu yang sadar bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah Yang Maha Kuasa. Tak perlu takut rezeki kita ada yang merebut, atau bahkan sampai melakukan trik-trik kotor dan sabotase untuk menjatuhkan saingan kita, asalkan kita benar dalam berbisnis sesuai ketentuan Allah.
Keteladanan ini juga menyisipkan pesan moral bahwa harta tidak untuk dipertahankan tapi untuk dijadikan sarana menuju Surga. Jika harta digenggam terlalu kuat hingga menjadi bakhil-pelit-kikir (BPK), maka harta akan membinasakan kita. Orang yang BPK jelas tidak akan ridha berbagi dengan pesaing bisnisnya.
Kita hadir ke dunia tanpa apa-apa, hanya berbekal jasad dan ruh yang telah ditanami iman kepada Allah. Lantas hari demi hari kita jalani, harta pun menghampiri dari kanan dan kiri. Namanya juga harta, posisinya adalah bunga dunia, keindahannya melenakan setiap mata yang menjatuhkan pandangan kepadanya. Jadilah kita orang yang berambisi dengan harta, sampai-sampai tawakkal kita kepada Allah memuai karena kita lebih tawakkal kepada harta. Padahal, harta itu dijadikan Allah bukan sebagai tujuan tapi sarana. Sarana mendekatkan diri kepada-Nya agar bisa berada bersama-Nya.
Tatkala kita berbisnis dan berkompetisi dalam dunia perdagangan, dan tujuan kita hanyalah harta, kemudian kita tinggalkan Allah, kita abaikan Rasulullah, kita acuhkan Islam, maka celakalah hidup kita, dunia-Akhirat.
Bahkan yang sangat mencengangkan sekaligus menakutkan, ternyata orang-orang yang banyak harta itu akan menjadi orang-orang yang hina-dina di akhirat kecuali yang selalu mengalokasikan hartanya untuk shadaqah, “Orang-orang yang memperbanyak (harta), mereka itulah orang-orang yang hina-dina di akhirat kecuali orang yang mengatakan dengan hartanya untuk ini dan untuk itu, dan dia memperolehnya dari usaha yang baik.” [Sunan Ibnu Majah no. 4130, cet. Dar Ihya` Al-Kutub Al-‘Arabiyyah]
Dengan demikian berjuanglah menjemput harta dengan cara yang halal dan salurkan untuk yang halal.