Membumikan Budaya Literasi
https://quantumfiqih.blogspot.com/2015/04/membumikan-budaya-literasi.html
Sekretaris di QUANTUMFIQIH Corp.
Dalam al-Qur’an surat al-Alaq ayat 1-5 Allah Azza wa Jalla berfirman: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (ayat 1). Dalam waktu pertama saja, yaitu “bacalah”,
telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya.
Nabi shalallahu ‘alai was salam disuruh membaca wahyu yang diturunkan
kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta.
“Menciptakan
manusia dari segumpal darah.”
(ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah,
yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si
perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal
darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40
hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).
Nabi
bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi,
yang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai
membaca yang tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga sampai tiga kali supaya
dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan dibawa
langsung oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat menghapalnya di
luar kepala, dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya.
Tuhan
Allah yang menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu
akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga
bilamana wahyu-wahyu itu telah turun kelak, dia akan diberi nama al-Qur’an. Dan
al-Qur’an itu pun artinya ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: “Bacalah,
atas qudrat-Ku dan iradat-Ku.”
Syaikh
Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juzu’ Amma-nya menerangkan: “Yaitu Allah
yang Maha Kuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah
segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan
kesanggupan membaca pada seseorang yang selama ini dikenal ummi, tak pandai membaca dan
menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadits yang menerangkan bahwa tiga kali
Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau
tidak pandai membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat
meyakinkan baginya bahwa sejak saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada
padanya, apa lagi dia adalah al-Insan al-Kamil, manusia sempurna. Banyak
lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yang penting harus diketahuinya
ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak lain ialah dengan
nama Allah jua.”
“Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah.” (ayat 3). Setelah di ayat yang pertama beliau disuruh membaca di
atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi
menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan yang selalu akan
diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan,
Maha Kasih dan Sayang kepada makhluk-Nya.
“Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran qalam.” (ayat 4). Itulah kemuliaan Tuhan yang tertinggi. Yaitu
diajarkan-Nya kepada manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia,
diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena! Di samping
lidah untuk membaca, Tuhan pun mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu
pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang
dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan oleh
manusia.
“Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (ayat 5). Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia
mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai
mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu
pengetahuan diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu
yang baru didapatnya itu dengan qalam
yang telah ada dalam tangannya.