Tafsir Ayat Kebangsaan Brilly El-Rasheed #20

 


20 - QS. Al-Isra` (17): 70


Allah Al-’Azhim berfirman,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا

“Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rizqi dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”. [QS. Al-Isra` (17): 70]


Az-Zamakhsyari dalam Tafsir Al-Kasyaf mengutip riwayat yang mengatakan bahwa Allah memuliakan manusia dengan kemampuan khusus. Kemampuan tersebut seperti bisa membedakan perkara yang baik dan buruk, memaksimalkan panca indera, hingga mampu mengatur segala urusan dunia. Inilah kemuliaan yang tidak dimiliki makhluk lain.


Dalam Mafatih al-Ghaib, Ar-Razi mengatakan bahwa yang dimaksud حَمَلْنَاهُمْ memiliki makna bahwa Allah mengangkat dan membawa manusia melewati daratan dan lautan dengan artian bahwa Allah telah menundukan keduanya untuk kebaikan manusia agar mereka bisa menikmati dan memanfaatkan potensi yang ada di daratan juga lautan.

Berbeda dengan Ibn ‘Asyur, dalam at-Tahrir wat Tanwir dijelaskan bahwa kata hamala ia artikan dengan maksud bahwa Allah telah mengilhami manusia untuk mengoptimalkan potensi yang ada di daratan dan lautan. Baik dengan sumber daya yang tersedia ataupun berbagai mode transportasi yang bisa dijalankan di atas keduanya.


Adapun pada kata تَفْضِيلًا sebenarnya hampir sama dengan at-takrim yakni sama-sama kemuliaan/keutamaan yang datang dari Allah. Namun al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani mencoba membedakan dua kata tersebut. Menurutnya al-Takrim ialah suatu bentuk kemuliaan dari-Nya yang membedakan manusia dengan makhluk lain, baik kemampuan dari segi fisik dan mental.


Sedangkan At-Tafdil ialah kemuliaan yang diberikan kepada manusia berupa potensi yang diberikan guna mengelola dan mengeksplorasi anugerah yang telah diberikan Allah. Sederhananya, menurut al-Alusi al-takrim ialah pemberian, sedangkan al-Tafdil ialah kemampuan untuk mengelola pemberian tersebut.


Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Washith-nya (2001, Vol. 2, h. 1371) menyebutkan bahwa ayat ini memuat bentuk-bentuk kepedulian Allah kepada umat manusia, diantaranya Allah menjaga dan menjamin kemuliaan manusia, hak-hak manusia, menjadikan manusia sebagai khalifah (pengelola) di bumi, dan lain-lain.


Menurut Imam Ibnu Jarir Al-Thabari dalam Kitabnya Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Ay Al-Qur’an (2001, Vol. 15, h. 5), bahwa bentuk memuliakannya Allah kepada bani adam (manusia) adalah dengan wujud makhluk-makhluk Allah ditundukkan agar patuh kepada manusia (taskhirina saira al-khalqi lahum). Bahkan dalam keterangan beliau juga, para malaikat memohon kepada Allah untuk diberikan diakhirat nanti apa-apa yang sudah Allah berikan kepada manusia di dunia.


Namun sebenarnya para ulama berbeda pandangan terkait bagaimana bentuk dan dengan apa Allah memuliakan manusia. Imam Ahmad bin Ibrahim Al-Tsa’labi (w. 427) dalam kitab Tafsir Ats-Tsa’labi (2004, Vol. 4, h. 62) menyebutkan perbedaan pandangan tersebut, diantaranya adalah: manusia makan dengan menggunakan kedua tangannya sedangkan mahluk lainnya makan langsung menggunakan mulutnya, begitu juga manusia diberi akal sedangkan yang lain tidak (Ibnu ‘Abbas), karena manusia bisa berbicara dan membedakan sesuatu, tamyiz (Al-Dhahhak), dengan menjadikan Nabi Muhammad sebagai golongan manusia (Muhammad bin Ka’ab).


Imam Fakhruddin Ar-Razi (544-704 H) dalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib (Vol. 21, h. 13) menjelaskan perihal ayat ini dengan penjelasan yang sangat menarik. Menurutnya, manusia adalah komponen paling halus (jauhar) yang tersusun dari jiwa (nafs) dan jasmani (badan). Lanjutnya, jiwa manusia adalah jiwa yang paling mulia yang ada di dunia (‘alam al-sufla) begitu juga dengan jasmani manusia. Disamping lima ciri manusia (Makan (ightidza’), berkembang (al-numwu), berkembang biak (al-taulid), perasaan (al-hasasah), dan bergerak), manusia memiliki ciri khas lain, yaitu, kekuatan intelektual untuk mampu mengetahui hakikat sesuatu (al-quwwah al-’aqilah al-mudrikah lihaqa`iqi al-asy-ya’ kama hiya). Kekuatan inilah yang menjadi tempat bersinarnya cahaya ma’rifat kepada Allah.


Kesadaran akan kemuliaan manusia inilah dapat kita temukan dalam sikap dan perilaku nabi dalam berda’wah dan menyampaikan amanat sebagai Rasullah. Habib ‘Ali Zainal ‘Abidin Al-Jufri (2015, 201) dalam kitabnya, Al-Insaniyyah Qabla At-Tadayyun (kemanusiaan sebelum beragama), mengutip satu cara ketika Nabi Muhammad menyampaikan da’wahnya. Ketika awal-awal Nabi diangkat menjadi rasul, ada seseorang yang menanyai Nabi, apa yang Allah perintahkan untuk engkau sampaikan? Nabi menjawab, menyambung tali persaudaraan, membendung pertumpahan darah sesama manusia, mengamankan kondisi jalan (tidak terjadi pembajakan dan perampokan), baru setelah itu disebutkanlah untuk meng-Esa-kan Allah.

Posting Komentar

emo-but-icon

Quran Kreatif-Inovatif-Inventif

Quran Kreatif-Inovatif-Inventif
Juga Menerima Custom 0821-4088-8638

Recommended

Benefits of Hijrah | Tadabbur Tafakkur Tafaqquh Tafahhum QS. An-Nisa': 22 | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.) |Kuliah Whatsapp Kajian Online

KULWA (Kuliah Whatsapp) KAJOL (Kajian Online) Grup Whatsapp Mutiara Dakwah Rabu, 26 Februari 2020 Benefits of Hijrah (Tadabbur Q...

Cari Blog Ini

Hot in week


Desain Majalah Islami

Desain Majalah Islami
Desain Majalah Islami

Toko Buku Brilly

Toko Buku Brilly
Toko Buku Brilly

Total Tayangan Halaman

item