Konsultasi Syariah: Kewajiban Ibu Yang Tidak Puasa Ramadhan Karena Menyusui Bayinya
🎀 *KEWAJIBAN IBU YANG TIDAK PUASA RAMADHAN KARENA MENYUSUI BAYINYA* 🎀
_Pertanyaan_
Assalamu’’alaikum Wr WB
🎈 Untuk H. Billy saya mau tanya : Bagaimana hukum, dan kewajiban ibu yg tdk puasa krn menyusui bayinya?
Sebagai ilustrasi : anak sy yg sedang menyusui bayinya umur 3 bulan. sejak hari pertama tetap menjalankan puasa. Namun 3 hari terpaksa tdk puasa krn kelancaran ASInya terganggu yg berakibat bayi rewel dan susah tidur. Mohon penjelasannya.
📝 Ditanyakan oleh Bapak *H. Heru Sunyoto* (08560604YYYY) di Lamongan pada _11 Juni 2017_
_Jawaban_
Wa’alaikumussalam.
🎁 Sebelumnya saya menyampaikan selamat ya Pak Haji Heru atas kelahiran cucunya. Saya ikut senang. Saya sendiri 1 tahun 2 bulan yang lalu juga baru punya putra. Sekarang sudah besar putra saya. Sudah bisa lari. Ngomong-ngomong, nanti kalau cucu Bapak sudah dewasa, dan putra saya juga sudah siap, kita besanan ya? Hehehe. Becanda Pak.
🌋 Baiklah. Sekadar informasi, kondisi fisik dan psikologis ibu melahirkan sangat berbeda dengan lainnya, serta sangat fluktuatif (berubah-ubah). Hal itu mempengaruhi jumlah ASI yang bisa diproduksi, mempengaruhi pula pada kesehatan sang buah hati.
🕋 Karenanya *Allah memberikan keringanan kepada ibu menyusui untuk tidak berpuasa*, boleh makan, minum, dan lainnya, tapi tetap menghormati bulan Ramadhan. Ibu melahirkan juga tetap menjalankan shalat semampunya karena sakit yang dirasakan setelah melahirkan sangat memberatkan bagi sebagian wanita untuk shalat normal, wudhu pun boleh tayammum, jika memang darah wiladah, nifas, maupun istihadhah sudah selesai.
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, _“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.”_ *[Sunan An-Nasai no. 2274 dan Musnad Ahmad 5/29]*
💐 Apabila wanita hamil atau wanita menyusui tidak berpuasa Ramadhan *karena khawatir atas keselamatan jiwa atau kesehatan diri mereka sendiri*, maka mereka wajib men-qadha’ (mengganti shaum di luar bulan Ramadhan) tanpa membayar fidyah atau kafarah. Sebab statusnya seperti orang yang sakit, saat udzurnya hilang, ia wajib menqadha’ puasa. Demikian menurut kesepakatan ulama. *[Al-Mughni, 4/393-394; Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 6/273]*
💐 Apabila wanita hamil atau wanita menyusui tidak berpuasa Ramadhan *karena khawatir atas keselamatan jiwa atau kesehatan diri mereka sendiri dan juga buah hatinya*, maka mereka wajib men-qadha’ (mengganti shaum di luar bulan Ramadhan) tanpa membayar fidyah atau kafarah. Sama dengan kasus sebelumnya.
📚 Ashabuna mengatakan bahwa wanita hamil dan menyusui jika dia khawatir akan dirinya saja maka baginya mangqadha tanpa membayar fidyah.dan jika dia khawatir akan dirinya dan buah hatinya maka baginya juga mengqadha tanpa membaar fidyah. Dan jika dia khawatir terhadap anaknya maka baginya wajib mengqadha dan membayar fidyah. Inilah yang dinaskan dalam kitab al-umm. Bahkan juga terdapat dalam qoul qodim dan qoul jadid. *[Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, jilid 6 hal. 267]*
💐 Adapun apabila wanita hamil atau wanita menyusui tidak berpuasa Ramadhan *karena khawatir atas keselamatan janin yang dikandung atau bayi yang disusui*, maka di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang apa yang harus dilakukan oleh wanita tersebut.
[1]—Wanita tersebut harus membayar fidyah, dengan memberi makan seorang miskin pada setiap hari Ramadhan, tanpa perlu mengganti shaum di luar Ramadhan.
[2]—Wanita tersebut harus membayar fidyah dan mengganti shaum di luar Ramadhan.
[3]—Wanita tersebut harus mengganti shaum di luar Ramadhan, tanpa perlu membayar fidyah.
[4]—Wanita yang hamil terkena kewajiban qadha’, adapun wanita yang menyusui terkena kewajiban fidyah.
[5]—Wanita tersebut tidak perlu mengganti shaum di luar Ramadhan dan tidak perlu membayar fidyah.
💋 Kekhawatiran terhadap sang buah hati, sebagaimana kasus yang disampaikan Bapak adalah karena berdasarkan pengalaman awal Ramadhan, ibunda tetap berpuasa akhirnya produksi ASI menurun drastis, praktis sang buah hati tidak mendapat asupan yang cukup bahkan menjadi rewel dan susah tidur. Maka ibunda silakan tidak berpuasa dan makan-minum yang banyak agar mencukupi kebutuhan ASI sang buah hati.
Allah Al-‘Aziz berfirman, _“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan satu orang miskin (bagi satu hari yang ditinggalkan). Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”_ *[QS. Al-Baqarah: 184]*
📻 Jadi demikianlah Pak Haji Heru fiqih seputar wanita hamil dan menyusui. Keputusannya tergantung putri dari Bapak. As-Sayyid Sabiq menuturkan, “Untuk mengetahui apakah puasa tersebut bisa membahayakan (bagi dirinya beserta anaknya, dirinya saja, atau anaknya saja) bisa melalui kebiasaan sebelum-sebelumnya, keterangan dokter yang terpecaya, atau dengan dugaan yang kuat.” *[Fiqh As-Sunnah, Kairo-Fath al-I’lam al-‘Arabi, 2001, juz, 2, h. 373]*
⛵ Adapun jika Bapak lebih sreg dengan kesimpulan madzhab Syafi’iyyah, maka saya sampaikan,
Al-Imam Abdurrahman Al-Juzairi menjelaskan, “Madzhab Syafi’iyyah berpendapat, bahwa perempuan hamil dan menyusui ketika dengan puasa khawatir akan adanya bahaya yang tidak diragukan lagi, baik bahaya itu membahayakan dirinnya beserta anaknya, dirinya saja, atau anaknya saja. Maka dalam ketiga kondisi ini mereka wajib meninggalkan puasa dan wajib meng-qadla`nya. Namun dalam kondisi ketiga yaitu ketika puasa itu dikhawatirkan memmbahayakan anaknya saja maka mereka juga diwajibkan membayar fidyah (sekaligus qadha`)”. *[A-Fiqh ‘ala Madzahib Al-Arba’ah, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, h. 521]*
☕ Jawaban saya ini hanya ringkasan, sebab kalau dikaji kitab satu persatu maka bukan tanya jawab, tapi kuliah umum.
🍱 Fidyah yang harus dibayarkan adalah satu mud (berupa makanan pokok) untuk setiap hari yang ditinggalkan yang diberikan kepada orang miskin atau orang faqir. Satu mud kurang lebih 675 gram beras (untuk di Indonesia), dan dibulatkan menjadi 7 ons. Sebaiknya dikeluarkan bukan berupa 💵 uang tunai maupun 💳 mutasi rekening, walaupun orang-orang faqir-miskin calon penerima fidyah punya rekening bank.
😇 Demikian jawaban saya semoga tidak membingungkan. Mohon doa Bapak Haji Heru dan seluruh pembaca tanya jawab ini, agar mata saya tidak semakin rabun akibat terlalu banyak baca kitab, dan laptop saya awet biar bisa terus-menerus menjawab pertanyaan agama semacam ini.
📝 Dijawab oleh *H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📬 Layangkan pertanyaan seputar agama Islam via whatsapp *082140888638* dengan menyebutkan nama dan kota asal.
📱 Bergabunglah di grup whatsapp Islamia dengan mendaftarkan nama dan kota asal ke whatsapp *085536587822*
💻 Kunjungi *quantumfiqih.blogspot.com* buat ngaji lebih banyak.
🚛 Join bisnis dan pelatihan makanan ringan krupuk kedelai, nugget sayur ikan 🌊 laut, bakso 🐟 ikan, dan lain-lain di *sbycorporation.wordpress.com*
🖨 Desain dan cetak majalah, buku, kitab & leaflet klik *desainmajalahislami.blogspot.com*
🕌 Ingin berdonasi komputer bekas dan dana tunai salurkan melalui *komunitasmushalla.blogspot.com*
🕋 Umrah dan haji plus dengan pelayanan ekslusif-luxurious-prestisius bersama *Shafira Tour & Travel* (PT. BPW shafira Lintas Semesta) yang sudah memberangkatkan ribuan jamaah haji plus dan puluhan ribu jamaah umrah hubungi *whatsapp 085536587822*