Menanam Benih Ketawadhu'an | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.) | Kuliah Whatsapp Kajian Online

KULWA (Kuliah Whatsapp) KAJOL (Kajian Online)

Grup Whatsapp Motivasi Hijrah Akhwat

Selasa, 11 Februari 2020

Menanam Benih Ketawadhu'an

Oleh UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)


Kita perlu mendudukkan makna kata tawadhu’ agar tidak salah paham dan bahkan salah pemakaian. Sebab tawadhu’ bukan berasal dari ‘bahasa ibu’ kita. Berbahaya sekali bila kita berasumsi sedang bertawadhu’ sementara kita tidak tahu kata tawadhu’ yang dimaksud oleh orang-orang ‘Arab.


Sebagaimana semestinya, setiap kali kita mempelajari terma-terma (istilah) dalam agama Islam, maka saat itu pula kita mesti mencari makna terma tersebut dalam bahasa ‘Arab, karena Al-Qur`an dan As-Sunnah berbahasa ‘Arab. Tidak hanya makna secara kamus, tapi juga makna secara tradisi. Artinya kita perlu mempelajari realitas sosial pengguna istilah.


Meski kata tawadhu’ sering diartikan sebagai sikap dan sifat rendah hati namun arti tersebut kerap membuat kita terkecoh. Kata hati sendiri tidak sepenuhnya selaras dengan tradisi bahasa ‘Arab ketika menyebut qalbu. Lebih sering pula orang membedakan rendah hati dengan rendah diri, padahal tidak sepenuhnya berbeda bila dikaitkan dengan makna kata tawadhu’.


Mendefinisikan tawadhu’ sangat susah bila tidak menyebutkan takabbur. Sebab, kata tawadhu’ justru tidak ditemukan secara tegas dalam Al-Qur`an, adanya hanya dalam As-Sunnah. Oleh karenanya, hampir semua kamus ‘Arab ketika memaknai kata tawadhu’ selalu menyebutnya sebagai lawan (antonim) dari takabbur (merasa besar) dan ta’azhzhum (merasa agung).


Tawadhu’ yang merupakan fi’il khumasi lazim mazid bi harf memiliki tashrif tawaadha'a - yatawaadha'u - tawaadhu'an yang artinya merendahkan, menempatkan, atau meletakkan di bawah. 


Tawadhu' berasal dari bahasa Arab dengan asal kata وضع (wadha'a). Kata  وضع (wadha'a) memiliki banyak arti, di antaranya, meletakkan, melepaskan dan menghinakan. Dan dalam Lisan Al-’Arab وضع (wadha'a) lawan katanya adalah رفع (rafa'a) mengangkat.


مشتق من الضعة بكسر أوله وهي الهوان , والمراد بالتواضع إظهار التنزل عن المرتبة لمن يراد تعظيمه , وقيل هو تعظيم من فوقه لفضله .

Kata tawadhu’ berasal dari kata adh-dhi’ah (atau adh-dha’ah yang merupakan mashdar dari fi’il wadhu’a) dengan kasrah pada huruf awalnya. Sama dengan makna kata al-hawaan yang artinya, malu atau merasa hina.  Makna tawadhu’ adalah menampakkan kerendahan martabat (kedudukan) diri pada orang yang dianggap lebih mulia. Ada juga yang mengartikan tawadhu’ adalah memuliakan seseorang yang lebih utama darinya.


Makna tawadhu’ yang paling komprehensif diantara ratusan definisi yang diajukan oleh para ulama, adalah makna yang disebutkan oleh salah satu pakar bahasa ‘Arab, Ar-Raghib Al-Ashfahani, 

 اشتقاقه من الضعة وهو رضا الإنسان بمنزلة دون ما يستحقه فضله ومنزلته.  وهو من التوسط بين الكبر والضعة. .والكبر رفع نفسه فوق قدره. والضعة: وضع الإنسان نفسه مكانًا يزرى به بتضييع حقه.

“Tawadhu’ adalah ridha jika dianggap memunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak.” [Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, 299]


Pembahasan kita tentang tawadhu’ kita batasi saja dengan hadits,

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk tawadhu’. Janganlah seseorang berbangga diri di hadapan orang lain dan melampaui batas pada yang lain.” [Shahih Muslim no. 2865]


Hadits ini, menurut kami, sudah amat sangat mewakili kata tawadhu’ itu sendiri. Jadi tawadhu’ adalah sikap tidak berbangga diri di hadapan orang lain dan juga tidak melampaui batas pada yang lain. Siapa orang lain yang dimaksud? Yaitu orang-orang yang beriman. 


Kita diperintahkan oleh Allah untuk tawadhu’ hanya kepada orang-orang beriman, siapa saja, baik orang tua, saudara, kerabat, tetangga, teman, bahkan yang tidak kita kenal.

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan rendahkanlah sayapmu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. [QS. Asy-Syu’ara: 215]


Apakah tawadhu’ hanya kepada orang-orang beriman? Tidak. Sesungguhnya tidak hanya kepada orang saja, tapi juga kepada makhluq Allah yang berbangsa jin yang beriman dan malaikat.


Tawadhu’ juga kita wajib lakukan kepada Allah Al-’Aliyy. Artinya, oleh karena Allah itu Maha Mulia, Maha Tinggi, Maha Agung, Maha Besar, Maha Suci, maka kita bersikap dan bersifat tawadhu’ kepada-Nya. 


Diterangkan oleh Syaikh Ahmad bin ‘Athaillah As-Sakandari, 

الْمُتَوَاضِعُ الْحَقِيْقِيُّ هُوَ مَا كَانَ نَاشِئًا عَنْ شُهُوْدِ عَظَمَتِهِ وَتَجَلِّيْ صِفَتِهِ

“Sikap tawadhu’ yang sejati timbul karena menyadari akan keagungan Allah dan sifat-sifat-Nya yang begitu nyata.”


Jadi tawadhu’ itu kepada Allah dan juga kepada makhluq Allah. Bagaimana tawadhu’ kepada Allah? Selain dengan mengagungkan Allah dan menghambakan diri kepada-Nya, juga dengan menerima apa saja yang Allah berikan. 


Sebab takabbur -yang merupakan kebalikan dari tawadhu’- adalah sikap dan sifat menolak kebenaran yang datang dari Allah dan meremehkan manusia yang sudah dimuliakan Allah, dimana seluruh Bani Adam yang baik adalah pasti dimuliakan Allah.


Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi bersabda,

 الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Al-Kibr (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” [Shahih Muslim]


Supaya kita semangat dan tidak berat untuk bertawadhu’, kita mesti paham apa manfaat tawadhu’. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

“Shadaqah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang tawadhu’ karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” [Shahih Muslim no. 2588] 


Orang yang tawadhu’ karena Allah, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di Akhirat. Di dunia, orang-orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di Akhirat, Allah akan memberinya balasan tsawab dan meninggikan derajatnya karena tawadhu’nya di dunia [Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,  16/142]


Apakah aplikasi tawadhu’ berupa menundukkan kepala atau membungkukkan badan? Tidak. Tidak semata-mata seperti itu wujud nyata tawadhu’ kepada orang-orang beriman. Tawadhu’ itu perbuatan bathin, bukan perbuatan zhahir.


Quantum Fiqih (metode belajar Islam yang saya gagas) menyimpulkan, “Pada intinya, barangsiapa bersifat dan bersikap tawadhu’, maka dia -dengan ikhlash karena Allah- akan melakukan tindakan-tindakan mubah yang mulia -di sisi Allah- namun sering dianggap hina -di mata manusia-.” Kasih stabilo kesimpulan ini!


Tawadhu’ itu ibarat tanaman yang memiliki buah yang manis, lezat, empuk, harum. Untuk bisa mendapatkan buah, tentu kita harus menanam pohon tawadhu’. Untuk tumbuh, tentu kita harus menyemai benih. Benih juga harus kita beri pupuk.


Teladan tawadhu’ terbaik adalah Rasulullah. Sepakat? Jelas beliau karena yang mengajarkan tawadhu’ pertama kali adalah beliau. Mau tahu bagaimana Rasulullah menanam benih ketawadhu’an dan merawat pohon ketawadhu’an dalam kehidupan sehari-hari? 


Berikut sebagian potret ketawadhu’an Rasulullah. Setelah kita menyimak kehidupan Rasulullah yang sangat tawadhu’, kita akan menjadi paham bagaimana tawadhu’ yang diperintahkan oleh Allah.


عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: “مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ”

Urwah bertanya kepada ‘Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.” [Musnad Ahmad 6/167]


Orang-orang yang merasa mulia jelas tidak akan mau melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah seperti itu. Bila kita enggan melakukannya berarti kita telah memberangus pohon tawadhu’ dalam jiwa kita.


Anas berkata,

أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يزور الأنصار ويسلم على صبيانهم ويمسح رؤوسهم

“Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berkunjung ke orang-orang Anshar. Lantas beliau memberi salam kepada anak kecil mereka dan mengusap kepala mereka.” [Shahih Ibnu Hibban no. 459]


Orang-orang yang merasa terhormat pasti tidak akan mau melakukan perbuatan semacam itu. Bila kita enggan mengerjakannya berarti kita telah menebang pohon tawadhu’ dalam qalbu kita.


Dari Anas radhiyallahu ‘anhu beliau berkisah,

 إن كَانَتِ الأَمَةُ مِنْ إمَاءِ المَدينَةِ لَتَأْخُذُ بِيَدِ النَّبيِّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَتَنْطَلِقُ بِهِ حَيْثُ شَاءتْ 

“Bahwasanya ada seorang hamba sahaya wanita dari golongan hamba sahaya wanita yang ada di Madinah mengambil tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu wanita itu berangkat dengan beliau ke mana saja yang dikehendaki oleh wanita itu.” [Shahih Al Bukhari]


Orang-orang yang merasa bermartabat tentu tidak akan mau mengerjakan aktifitas seperti itu. Bila kita enggan melakukannya berarti kita telah mencerabut pohon tawadhu’ dalam bathin kita.


Sebenarnya masih banyak sekali teladan-teladan ketawadhu’an dari Rasulullah. Beliau dimuliakan Allah dan dimuliakan shahabat-shahabat Beliau, namun beliau tetap bersifat dan bersikap tawadhu’.


Rasulullah menshalati jenazah Ummu Mihjan, seorang wanita tua yang rajin membersihkan Masjid Nabawi, tatkala jenazah Ummu Mihjan sudah dikubur, sementara orang-orang tidak membangunkan Rasulullah yang sedang tidur malam untuk ikut menshalati jenazah Ummu Mihjan sebelum dikubur.


Rasulullah memenuhi undangan keluarga miskin yang menghidangkan makanan termewah mereka yaitu cuka. Beliau tetap memakan hidangan cuka tersebut. Di hadapan keluarga tersebut, Beliau menyebut cuka sebagai sebaik-baik makanan, demi menghormati.


Rasulullah tidak gengsi membongkar masa lalu Beliau, dimana Beliau pernah menggembala kambing dengan upah beberapa qirath Penduduk Makkah. Rasulullah pernah menghentikan sebentar khuthbah di hadapan orang-orang banyak demi menemui orang asing dari pelosok yang ingin belajar agama Islam.


Rasulullah memberi makan unta sendiri. Beliau makan bersama pembantunya dan mengundang orang-orang miskin. Berjalan bersama para janda dan anak-anak yatim untuk memenuhi kebutuhan mereka. Beliau memulai salam lebih dahulu jika bertemu orang lain. [Madarij As-Salikin 2/377]


Masih banyak lagi sebenarnya, namun tentu akan panjang kajian kita kali ini. Mungkin pada kesempatan kajian lain, kita akan memperbanyak pembahasan. Kiranya, kajian kali ini sudah mencukupi. Alhamdulillah. Tinggal action!


Referensi: almaany.com, almougem.com, islamway.net, al-maktaba.org, dll.


Googling ya http://bit.ly/biografibrillyelrasheed

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

🔔 Follow semua media sosial Broadcast Quantum Fiqih di kontakk.com/@quantumfiqih


🎁 Sampaikan Konsultasi Syariah dan Fiqih melalui whatsapp 0821-4088-8638 dengan memperkenalkan diri dan kota domisili, untuk beragam persoalan mulai Aqidah, Ibadah, Mu'amalah, Akhlaq, Nikah dan Keluarga, Sirah/Tarikh, dan lain sebagainya. Sudah ada hampir 400 tanya jawab yang kami layani secara tertulis.


📺 Kepoin instagram.com/pejuangshalatsunnah untuk mendapatkan booster semangat merutinkan shalat wajib dan shalat sunnah. 


📺 Belanja mushaf Al-Quran cantik dan istimewa di instagram.com/gudangkitabsucialquran. 




Related

Akhlaq 4132974603517846851

Posting Komentar

emo-but-icon

Quran Kreatif-Inovatif-Inventif

Quran Kreatif-Inovatif-Inventif
Juga Menerima Custom 0821-4088-8638

Recommended

Benefits of Hijrah | Tadabbur Tafakkur Tafaqquh Tafahhum QS. An-Nisa': 22 | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.) |Kuliah Whatsapp Kajian Online

KULWA (Kuliah Whatsapp) KAJOL (Kajian Online) Grup Whatsapp Mutiara Dakwah Rabu, 26 Februari 2020 Benefits of Hijrah (Tadabbur Q...

Cari Blog Ini

Hot in week


Desain Majalah Islami

Desain Majalah Islami
Desain Majalah Islami

Toko Buku Brilly

Toko Buku Brilly
Toko Buku Brilly

Total Tayangan Halaman

item