Kedatangan Tamu yang Pelihara Anjing Tapi Saya Syafi'iyyah | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | Bahtsul Masail Tarjih Fatwa



Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) No. 

*368 - Kedatangan Tamu yang Pelihara Anjing Tapi Saya Syafi'iyyah*


_Pertanyaan_

Assalamualaikum ustadz, maaf ustadz saya mau bertanya. Misalnya kita punya tetangga yang dirumahnya memelihara anjing dan dia islam. Nah, misal dia bertamu kerumah kita, dan duduk di sofa kita, apakah sofa kita menjadi najis? Karena kan yg kita tahu orang yang memelihara anjing pasti suka bersentuhan dengan anjing. Dan semisal dia menolong pekerjaan dirumah kita seperti mencuci piring, apakah semua piring yang dipegang dan dicucinya juga menjadi najis? saya pernah baca katanya jika kita msh was was soal najis anjing, kita bisa mengikuti madzab maliki saya yang menganggap anjing itu tidak najis secara mutlakTerima kasih ustadz.


Ditanyakan oleh Saudari *Intan Amelia* (+62 823-1515-9493) via WhatsApp


_Jawaban_

Dalam madzhab Hanafi, bulu anjing maupun badannya tidak najis, hanya liur dan kencing dan beraknya yg najis. Namun jika ada benda apapun yang dijilat anjing barulah najis mughallazhah. 


Sementara madzhab Maliki menganggap anjing adalah hewan yang suci, tapi kotorannya tetap najis. Status sucinya berlaku untuk anjing jenis mana pun, yaitu anjing penjaga, pemburu, dan anjing dengan fungsi lain. Tetapi sebuah bejana yang terkena liur anjing, kemasukan kaki atau lidahnya, harus dibasuh sebanyak tujuh kali sebagai bentuk kepatuhan kepada syariat (ta‘abbud), bukan karena najis. 


Adapun madzhab Syafi‘i dan madzhab Hanbali menilai anjing dan babi, air bekas jilatan keduanya, keringat keduanya, bulunya, kotorannya, dan hewan turunan dari salah satunya sebagai najis berat. Pandangan ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dan Ad-Daruquthni.


Benda apapun yang terkena itu semua, menurut pandangan kedua madzhab ini, harus dibasuh sebanyak tujuh kali di mana salah satunya dicampur dengan debu yang suci.


Andai orang (tetangga si penanya) tersebut tidak madzhab Syafii atau Hanbali, maka selama dia berhubungan dengan anjing, maka tubuh orang tersebut tidak najis sehingga nyampe di rumah si penanya juga tidak dihukumi najis. 


Baru kalau kelihatan ada najisnya anjing di tubuhnya, baru dihukumi najis dan Mbak Penanya harus membersihkan rumah antum dari semua najis yg dibawanya. Setiap ada najis di tubuh orang itu ya perintahkan untuk mensucikan dulu baru boleh masuk ke rumah. 


Itu tadi kalau dia bermadzhab Hanafi atau Maliki. Kalau dia bermadzhab Syafii maupun Hanbali, maka dia kita wajibkan mensucikan diri setiap tersentuh anjing sekalipun tidak nampak manisnya di tubuhnya, baik ketika dia masuk rumah kita maupun di tempat manapun, sebab dia harus patuh pada madzhabnya.


Anda sebagai tuan rumah berhak memaksa tamu untuk menaati aturan Anda dalam rumah tersebut, betul kan? Sebagaimana hakim berhak memaksa para terpidana untuk patuh pada madzhab yang diikutinya. Begitupula suami berhak memaksa istri mengikuti madzhab yang diikutinya. 


Ingat, yang namanya 'berhak memaksa' bukan berarti jalan satu-satunya adalah pemaksaan dan selamanya harus main paksa. Yang namanya berhak itu bukan pilihan utama apabila ada cara atau jalan lain yang lebih elegan dan eksotis. 


Rasanya tidak susah untuk menyuruh orang tersebut mensucikan najis, paling 2 menit. Kalau takut menyinggung prasaannya ustadz. Beri pemahaman dulu, dengan pendekatan yg baik, insyaallah bisa memahami. Daripada nanti shalatnya Mbak Intan tidak diterima Allah gara-gara ada najis. 

 

(فَائِدَةٌ) إِذَا تَمَسَّكَ اْلعَامِيْ ِبمَذْهَبٍ لَزِمَهُ مُوَافَقَـتُهُ وَإِلاَّ لَزِمَهُ التَمَذْهُبَ بِمَذْهَبٍ مَعَيَّنٍ مِنَ اْلأَرْبَعَةِ لاَ غَيْرِهَا ثُمَّ لَهُ وَإِنْ عَمِلَ بِاْلأَوَّلِ َاْلإِنْتِقاَلَ إِلىَ غَيْرِهِ باِلْكُلِّيَةِ أَوْ فِي الْمَسَائِلِ بِشَرْطٍ أَنْ لاَ يَتَتَبَّعَ الرَّخَصَ بِأَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ بِاْلأَسْهَلِ مِنْهُ فَيَفْسُقُ بِهِ عَلَى اْلأَوْجَهِ


“(Faidah) jika orang awam berpegang teguh pada suatu madzhab maka wajib mengikutinya, jika tidak atau berpindah madzhab maka wajib mengikuti madzhab yang jelas dari salah satu madzhab empat (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) tidak kepada madzhab yang lainnya, jika orang awam yang sudah mengikuti madzhab yang awal menginginkan berpindah ke madzhab yang lain (hukumnya boleh) dengan syarat harus mengikuti pendapat madzhab tersebut satu rumpun atau satu qodhiyah secara utuh(sau Paket), atau hanya ikut dalam beberapa jenis masalah saja dengan syarat tidak mengambil atau memilih pendapat yang ringan dari setiap madzhab yang lebih mudah, jika begitu (hanya memilih yang ringan-ringan saja) maka termasuk perbuatan fasik (menurut pendapat yang terpecaya).” [Fath Al Muin, halaman 138]


Jadi, tidak boleh berubah-ubah madzhab kecuali sudah paham betul konsekuensi semua hukum dan memang sudah belajar madzhab bertahun-tahun secara serius langsung dari kitab kuno dan melalui para ulama secara sistematis. 


Al-Izz bin Abdus Salam memberikan kaidah,


قاعدة فيمن تجب طاعته، ومن تجوز طاعته، ومن لا تجوز طاعته، لا طاعة لأحد المخلوقين إلا لمن أذن الله في طاعته كالرسل والعلماء والأئمة والقضاة والولاة والآباء والأمهات والسادات والأزواج


Kaidah tentang orang yang wajib ditaati, yang boleh ditaati, dan yang tidak boleh ditaati. Tidak ada ketaatan kepada seorang makhluk kecuali untuk orang yang diizinkan oleh Allah untuk ditaati, seperti para rasul, ulama, pemerintah, qadhi, para wali, orang tua, ibu, pemimpin, atau suami.


Lalu beliau melanjutkan,


ولو أمر الإمام أو الحاكم إنسانا بما يعتقد الآمر حله والمأمور تحريمه، فهل له فعله نظرا إلى رأي الآمر؟ أو يمتنع نظرا إلى رأي المأمور؟ فيه خلاف


Jika seorang imam atau hakim memerintahkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dia yakini halalnya, sementara yang diperintah meyakini haramnya, apakah yang diperintah boleh melakukannya, dengan pertimbangan sesuai pemahaman yang memerintah? Ataukah tidak boleh melakukannya, dengan pertimbangan pemahaman yang diperintah?. Ada perbedaan pendapat dalam hal ini.


Termasuk kasusnya, Jika suami menyuruh istrinya melakukan perbuatan A, sementara mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya, apakah istri boleh melakukan perbuatan A padahal dia yakini itu haram, mengingat ini perintah suami? Ataukah dia tidak boleh melakukannya karena menurut pemahaman dia itu dilarang.


Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.


Ibnu Qudamah menyebutkan contohnya, Jika ada seorang lelaki memiliki 2 istri, yang satu muslimah dan yang satu ahli kitab (dzimmiyah), lalu mereka minum sedikit khamr yang tidak sampai menyebabkan mabuk (karena sedikit), apakah suami boleh melarang keduanya?


إن أرادت ـ يعني الزوجة ـ شرب ما لا يسكرها فله منع المسلمة، لأنهما يعتقدان تحريمه، وإن كانت ذمية لم يكن له منعها منه، نص عليه أحمد، لأنها تعتقد إباحته في دينها


Ketika istri ingin minum khamr namun tidak sampai membuat mabuk, maka suami berhak melarang istri muslimah. Karena keduanya (suami dan istri muslimah) sama-sama yakin bahwa itu haram. Namun untuk istri dzimmiyah, suami tidak berhak melarangnya, sebagaimana yang ditegaskan Imam Ahmad. Karena minuman ini dia yakini halal menurut agamanya.


Beliau melanjutkan,


وهكذا الحكم لو تزوج مسلمة تعتقد إباحة يسير النبيذ هل له منعها منه؟ على وجهين، ومذهب الشافعي على نحو هذا الفصل كله


Demikian hukum yang berlaku jika seorang lelaki menikahi muslimah yang meyakini khamr nabiz sedikit itu mubah, apakah suami berhak melarangnya? Ada dua pendapat dalam hal ini. Madzhab Imam as-Syafii dalam masalah ini ada rincian.


Dipasarkan oleh Imam As-Suyuthi bahwa yang rajih (lebih kuat) adalah pendapat yang membolehkan suami untuk melarangnya. Beliau menyebutkan satu kadiah dalam al-Asybah wa an-Nadzair,


القاعدة الخامسة والثلاثون: لا ينكر المختلف فيه, وإنما ينكر المجمع عليه، ويستثنى صور وذكر منها: أن يكون للمنكر فيه حق, كالزوج يمنع زوجته من شرب النبيذ إذا كانت تعتقد إباحته, وكذلك الذمية على الصحيح


Kaidah ke-35 – hal yang diperselisihkan tidak diingkari, namun yang diingkari adalah hal yang disepakati. dikecualikan dari kaidah ini, jika yang mengingkari memiliki hak, seperti suami yang berhak melarang istrinya minum nabiz, ketika istrinya meyakini itu mubah, atau melarang istrinya yang nasrani, menurut pendapat yang benar. [Al-Asybah wa An-Nazhair, hlm. 158]


Berdasarkan keterangan di atas, ada beberapa hal yang perlu kita bedakan, [1] Sejauh mana istri wajib taat kepada suami dalam masalah perbedaan pendapat fiqh? [2] Apakah suami boleh memaksa istri untuk mengikuti pendapat fiqhnya? Disimpulkan oleh Dr. Abdul Aziz as-Syibl – Pengajar di Universitas Imam Muhammad bin Saud,


فإن كانت من المباحات ولا يضر الزوجة طاعة الزوج فيها، فإن طاعته لازمة على المرأة، وأما إن كانت المرأة مقلدة لعالم يرى أن هذا الأمر محرم، فإن الزوج لا يجوز له إلزامها بهذا الأمر


Jika yang dilarang masalah yang mubah, dimana tidak membahayakan bagi istri ketika mentaati suaminya, maka mentaati suami dalam hal ini menjadi keharusan bagi wanita. Namun jika si istri mengikuti pendapat seorang ulama yang berpendapat bahwa perbuatan A ini haram, maka tidak boleh bagi suami untuk memaksa istrinya untuk melakukan perbuatan itu. [Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 130355]


Kenapa tadi kami perlu menanyakan apakah si penanya dan tetangganya tersebut sama madzhabnya atau berbeda? Karena kami mengqiyaskan hukum imam dan ma'mum yang berbeda madzhab, masing-masing shalatnya sah asalkan taat madzhab masing-masing, jadi meski beda madzhab tetap sah shalat berjamaahnya. 


Demikian jawaban kami. 


📝 Dijawab oleh Abu Abizard *H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.* bin H. Yulianto

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

📺 BCQUFI (Broadcast Quantum Fiqih) telah melayani KASYAF (Konsultasi Syariah dan Fiqih) hampir 430 sesi secara gratis/free tanpa syarat, baik secara tatap muka atau jarak jauh, baik lisan maupun tertulis, baik masalah Aqidah, Tafsir, Hadits, Fiqih, Akhlaq, Keluarga, dan lain sebagainya. Sampaikan pertanyaan melalui ustadzjibril@gmail.com atau http://wa.me/6282140888638. Jangan lupa sampaikan nama dan kota domisili. Jika pertanyaan mengandung aib, maka identitas penanya akan dirahasiakan. 


📺 Alhamdulillah telah tersalur hampir 300 mushaf Al-Quran ke berbagai masjid, mushalla, ma'had, majelis, TPQ, dll. atas infaq beberapa donatur. Ayo bergabung! Raih tsawab (pahala) 320.000 sekian huruf dalam Al-Quran dikalikan 10 dikalikan jumlah orang yang membaca dikalikan berapa banyak dibaca. Bisa waqaf atas nama sendiri, atau atas nama orang yang sudah wafat. Hubungi shadaqahjariyah@gmail.com atau http://wa.me/6282140888638

Related

Fiqih 7696179899133792325

Posting Komentar

emo-but-icon

Quran Kreatif-Inovatif-Inventif

Quran Kreatif-Inovatif-Inventif
Juga Menerima Custom 0821-4088-8638

Recommended

Benefits of Hijrah | Tadabbur Tafakkur Tafaqquh Tafahhum QS. An-Nisa': 22 | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.) |Kuliah Whatsapp Kajian Online

KULWA (Kuliah Whatsapp) KAJOL (Kajian Online) Grup Whatsapp Mutiara Dakwah Rabu, 26 Februari 2020 Benefits of Hijrah (Tadabbur Q...

Cari Blog Ini

Hot in week


Desain Majalah Islami

Desain Majalah Islami
Desain Majalah Islami

Toko Buku Brilly

Toko Buku Brilly
Toko Buku Brilly

Total Tayangan Halaman

item