7 Amal yang Harus Dirahasiakan
https://quantumfiqih.blogspot.com/2015/01/7-amal-yang-harus-dirahasiakan.html
Ar Robi bin Khutsaim –murid
‘Abdullah bin Mas’ud- tidak pernah mengerjakan shalat sunnah di masjid
kaumnya kecuali hanya sekali saja.[3]
Kedua: Menyembunyikan amalan shalat malam
Ayub As Sikhtiyaniy memiliki
kebiasaan bangun setiap malam. Ia pun selalu berusaha menyembunyikan amalannya.
Jika waktu shubuh telah tiba, ia pura-pura mengeraskan suaranya seakan-akan ia
baru bangun ketika itu. [4]
Ketiga: Menyembunyikan sedekah.
Di antara golongan yang
mendapatkan naungan Allah di hari kiamat nanti adalah,
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ
تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ
“Seseorang yang bersedekah
kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
disedekahkan oleh tangan kanannya.”[5] Permisalan sedekah dengan
tangan kanan dan kiri adalah ungkapan hiperbolis dalam hal menyembunyikan
amalan. Keduanya dipakai sebagai permisalan karena kedekatan dan
kebersamaan kedua tangan tersebut.[6]
Contoh yang mempraktekan hadits di
atas adalah ‘Ali bin Al Husain bin ‘Ali. Beliau biasa memikul karung berisi
roti setiap malam hari. Beliau pun membagi roti-roti tersebut ke rumah-rumah
secara sembunyi-sembunyi. Beliau mengatakan,
إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِىءُ غَضَبَ
الرَّبِّ عَزَّ وَ جَلَّ
“Sesungguhnya sedekah secara
sembunyi-sembunyi akan meredam kemarahan Rabb ‘azza wa jalla.” Penduduk
Madinah tidak mengetahui siapa yang biasa memberi mereka makan. Tatkala ‘Ali
bin Al Husain meninggal dunia, mereka sudah tidak lagi mendapatkan kiriman
makanan setiap malamnya. Di punggung Ali bin Al Husain terlihat bekas hitam
karena seringnya memikul karung yang dibagikan kepada orang miskin Madinah di
malam hari. Subhanallah, kita mungkin sudah tidak pernah melihat
makhluk semacam ini di muka bumi ini lagi.[7]
Keempat: Menyembunyikan amalan puasa sunnah.
Dalam rangka menyembunyikan amalan
puasa sunnah, sebagian salaf senang berhias agar tidak nampak lemas atau lesu
karena puasa. Mereka menganjurkan untuk menyisir rambut dan memakai minyak di
rambut atau kulit di kala itu. Ibnu ‘Abbas mengatakan,
إِذَا كَانَ صَوْمُ أَحَدِكُمْ فَلْيُصْبِحْ
دَهِينًا مُتَرَجِّلاً
“Jika salah seorang di antara
kalian berpuasa, maka hendaklah ia memakai minyak-minyakan dan menyisir
rambutnya.”[8]
Daud bin Abi Hindi berpuasa selama
40 tahun dan tidak ada satupun orang, termasuk keluarganya yang mengetahuinya.
Ia adalah seorang penjual sutera di pasar. Di pagi hari, ia keluar ke pasar
sambil membawa sarapan pagi. Dan di tengah jalan menuju pasar, ia pun
menyedekahkannya. Kemudian ia pun kembali ke rumahnya pada sore hari, sekaligus
berbuka dan makan malam bersama keluarganya.[9] Jadi orang-orang di pasar
mengira bahwa ia telah sarapan di rumahnya. Sedangkan orang-orang yang berada
di rumah mengira bahwa ia menunaikan sarapan di pasar. Masya Allah,
luar biasa trik beliau dalam menyembunyikan amalan.
Begitu pula para ulama seringkali
membatalkan puasa sunnahnya karena khawatir orang-orang mengetahui kalau ia puasa.
Jika Ibrohim bin Ad-ham diajak makan (padahal ia sedang puasa), ia pun ikut
makan dan iatidak mengatakan, “Maaf, saya sedang puasa”.[10] Itulah para ulama, begitu
semangatnya mereka dalam menyembunyikan amalan puasanya.
Kelima: Menyembunyikan bacaan Al Qur’an dan dzikir
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ
وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ
“Orang yang mengeraskan bacaan
Al Qur’an sama halnya dengan orang yang terang-terangan dalam bersedekah. Orang
yang melirihkan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang
sembunyi-sembunyi dalam bersedekah.”[11]
Setelah menyebutkan hadits di
atas, At Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini bermakna bahwa melirihkan bacaan
Qur’an itu lebih utama daripada mengeraskannya karena sedekah secara
sembunyi-sembunyi lebih utama dari sedekah yang terang-terangan sebagaimana
yang dikatakan oleh para ulama. Mereka memaknakan demikian agar supaya setiap
orang terhindar dari ujub. Seseorang yang menyembunyikan amalan tentu saja
lebih mudah terhindar dari ujub daripada orang yang terang-terangan dalam
beramal.”
Yang dipraktekan oleh para ulama,
mereka sampai-sampai menutupi mushafnya agar orang tidak tahu kalau mereka
membaca Qur’an. Ar Robi’ bin Khutsaim selalu melakukan amalan dengan
sembunyi-sembunyi. Jika ada orang yang akan menemuinya, lalu beliau sedang
membaca mushaf Qur’an, ia pun akan menutupi Qur’annya dengan bajunya.[12] Begitu pula halnya dengan
Ibrohim An Nakho’i. Jika ia sedang membaca Qur’an, lalu ada yang masuk
menemuinya, ia pun segera menyembunyikan Qur’annya.[13] Mereka melakukan ini semua
agar amalan sholihnya tidak terlihat oleh orang lain.
Keenam: Menyembunyikan tangisan
Sufyan Ats Tsauri mengatakan,
“Tangisan itu ada sepuluh bagian. Sembilan bagian biasanya untuk selain Allah
(tidak ikhlas) dan satu bagian saja yang biasa untuk Allah. Jika ada satu
tangisan saja dilakukan dalam sekali setahun (ikhlas) karena Allah, maka itu
pun masih banyak.”[14]
Dalam rangka menyembunyikan
tangisnya, seorang ulama sampai pura-pura mengatakan bahwa dirinya sedang pilek
karena takut terjerumus dalam riya’. Itulah yang dicontohkan oleh Ayub As
Sikhtiyaniy. Ia pura-pura mengusap wajahnya, lalu ia katakan, “Aku mungkin
sedang pilek berat.” Tetapi sebenarnya ia tidak pilek, namun ia hanya ingin
menyembunyikan tangisannya.[15]
Sampai-sampai salaf pun ada yang
pura-pura tersenyum ketika ingin mengeluarkan tangisannya. Tatkala Abu As Sa-ib
ingin menangis ketika mendengar bacaan Al Qur’an atau hadits, ia pun pura-pura
menyembunyikan tangisannya (di hadapan orang lain) dengan sambil tersenyum.[16]
Ketujuh: Menyembunyikan do’a
Catatan Kaki:
[3] Az Zuhud, Imam Ahmad,
5/60, Mawqi’ Jami’ Al Hadits.
[4] Hilyatul Auliya’, Abu
Nu’aim Al Ash-bahaniy, 3/8, Darul Kutub Al ‘Arobiy, Beirut.
[5] HR. Bukhari no. 1423 dan
Muslim no.1031,dari Abu Hurairah.
[6] Syarh Muslim, 3/481.
[7] Lihat Hilyatul
Auliya’, 3/135-136.
[8] Disebutkan oleh Al Bukhari
dalam kitab Shahihnya tanpa sanad (secara mu’allaq).
[9] Lihat Shifatus
Shofwah, Ibnul Jauziy, 3/300, Darul Ma’rifah, Beirut, cetakan kedua,
1399 H.
[10] Lihat Ta’thirul Anfas,hal.
246
[11] HR. Abu Daud no. 1333 dan At
Tirmidzi no. 2919, dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al Juhaniy. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[12] Lihat Hilyatul
Awliya’, 2/107, Darul Kutub ‘Arobiy, cetakan keempat, 1405 H.
[13] Lihat Ta’thirul
Anfas, hal. 246.
[14] Hilyatul Awliya’,
7/11.
[15] Lihat Ta’thirul
Anfas, hal. 248.
[16] Lihat Ta’thirul
Anfas, hal. 251.
[17] Lihat Ta’thirul
Anfas, hal. 252.
[18] Lihat Ta’thirul
Anfas, hal. 253.
Segera beli karya-karya
Ustadz Brilly El-Rasheed: (1) GOLDEN MANNERS oleh penerbit Samudera yang
mengupas 55 akhlaq mulia, dengan harga Rp 60.000,-; (2) MENDEKAT KEPADA ALLAH
oleh penerbit Arafah yang mengupas tutorial mendekatkan diri kita kepada Allah Ta’ala
dengan cepat dan tepat, dengan harga Rp 38.000,-; (3) KUTUNGGU DI TELAGA oleh
penerbit Arafah yang mengupas siapa saja orang-orang yang terusir dari telaga
Rasulullah, dengan harga Rp 40.000,-; (4) QUANTUM IMAN oleh Pustaka Yassir yang
mengupas hal-hal yang bisa meningkatkan iman secara drastis dan langgeng,
dengan harga Rp 62.000,-; (5) BENTENG UMAT ISLAM oleh Pustaka Yassir yang
mengupas perkara-perkara yang menghancurkan umat Islam dan apa saja yang bisa
menjadi perlindungan, dengan harga Rp 35.000,-. Hubungi kontak whatsapp
+6282140888638 atau pin BBM 5259017E, dan dapatkan diskon hingga 25 %.